ian tua, seorang PSK pasti menurun performanya. Semakin sepi yang mem-booking-nya. Mereka pun hanya dua pilihan, bertahan dengan bayaran murah atau mencari pekerjaan lain.
“Uang haram-i gak bisa dicelengi. Tiba-tiba habis saja, tidak tersisa,” aku AS, seorang PSK konvensional alias off-line asal Kota Kediri.
Ucapan itu bukan omdo alias omong doang. Dia sudah merasakan pengalaman seperti itu. Wanita 40 tahun ini dulu adalah primadona di Lokalisasi PSK Semampir, Kota Kediri. Ketika jaya-jayanya, perempuan berambut panjang ini bisa meraup belasan hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya.
Tapi, itu dulu. Berbeda 180 derajat dengan saat ini. Dia memang masih berkecimpung di dunia pelayanan syahwat hidung belang. Namun pemasukannya menurun dengan drastis. Apalagi kini tempat mangkalnya bukan lagi di lokalisasi. Melainkan di jalanan.
Maklum, kini AS tak lagi muda. Di kalangan penjaja kenikmatan, wanita ini dianggap barang kedaluwarsa. Tak akan disewa kecuali oleh orang-orang dengan ekonomi menengah ke bawah.
Dia juga pernah dengan terpaksa mengiyakan bayaran Rp 15 ribu dari hidung belang yang menyewanya. Sebelum pandemi, ketika masih mangkal di seputaran GOR Jayabaya. Hanya, dengan sewa senilai itu, si pelanggan hanya dapat jatah meraba-raba saja.
Saat itu, AS mengaku cukup tertampar. Dia benar-benar nelangsa. Mengingat ketika jaya dia bisa meraup puluhan juta rupiah. Tapi, kenyataan kini, harus rela mengais uang Rp 15 ribu.
Itu bukan nasib paling apes bagi AS. Pernah dia terpaksa pulang dengan tangan kosong. “Yang lebih kebacut, ada lo meraka yang mau ‘begituan’ tapi ngutang,” gerutunya, mengenang pengalaman kecut saat menjajakan diri.
Nasib yang dia terima itu juga tak lepas dari sikap dan gaya hidupnya selama ini. Ketika masa jaya AS tak mau menabung. Uangnya habis begitu saja. Istilahnya hanya mampir lewat. Karena di saat itu AS tak akan segan membeli hal-hal mewah. Mulai dari makanan, pakaian, hingga perhiasan. Namun kini semuanya sudah habis.
Sempat terpikir untuk mencari pekerjaan lain. Tapi dia tak memiliki keahlian selain memberi servis pada hidung belang. Dirinya menyesal dulu tak pernah menyempatkan untuk belajar banyak hal.
Kenapa tak menjadi muncikari? AS mengaku jika muncikari kini tak seperti dulu. Sekarang PSK lebih memilih untuk bekerja mandiri. Yaitu melalui aplikasi online.
“Getun-nya baru sekarang. Mau gak mau harus kerja seadanya. Kalau ada yang mau menyewa ya tidak apa-apa. Kalau enggak ya serabutan,” sesalnya.
Terpisah, SI, sudah tahu tentang nasib PSK kebanyakan. Oleh sebab itu, sebelum tua dia ingin mengumpulkan banyak uang. Lalu ketika sudah menginjak 30 tahun bakal pensiun dari dunia malam.
“Semua PSK kalau tua pasti gitu. Jadi mending nabung dari sekarang,” ujarnya.
sc : https://radarkediri.jawapos.com/cover-story/782960204/lipsus-prostitusi-kota-kediri-jaya-di-masa-muda-makin-tua-kehilangan-pelanggan?page=1